" Ajining Dhiri saka Kedaling Lathi, Ajining Salira saka Busana "
Nilai Diri seseorang terletak pada Gerak Lidahnya, Nilai Badaniah seseorang terletak pada Pakaiannya.

Briptu Norman Kamaru adalah Polisi Rakyat

Kalau bukan karena iseng sekadar menghibur teman, boleh jadi Briptu Norman Kamaru belum juga dapat menjabat tangan atasan tertingginya di Kepolisian. Entah apa wejangan Kapolri Jenderal Timur Pradopo terhadap anak buahnya itu ketika datang menghadap memenuhi perintahnya.
Namun dari raut wajah Briptu Norman  yang terekam kamera sejumlah stasiun TV seusai menghadap Kapolri, nampaknya sangat bahagia. Siapa nyana ulahnya bernyanyi dan berjoget dalam balutan seragam polisi yang rekamannya lalu tersebar di dunia maya, telah melambungkan namanya dan  mempertebal kantongnya. 
Subhanallah begitulah cara Allah mengangkat derajat hamba-Nya yang bertakwa dengan memberinya jalan keluar dan rezeki dari arah yang tidak disangka-sangka Dan barangsiapa yang bertawakkal kepada Allah, niscaya Allah akan mencukupkan (kepeluan)-nya....”(Qs.:65:2-3)

Selebriti Polisi 

Bila dicermati hasil rekaman aksi Joget India Briptu Norman Kamaru lewat handphone yang ter up-load  ke dalam YouTube, nampak sekali bahwa ia sesungguhnya tidak bermaksud mencari popularitas atau sensasi, tapi seperti pengakuannya bahwa adegan lucu itu sebenarnya sekadar untuk menggoda temannya yang sedang bermuram durja dilanda ”tsunami rumah tangga”.

Rekaman suara dan goyang India dalam lagu Chaiyya-chaiyya  yang berdurasi sekitar 6 menit itu, telah mengundang perhatian banyak orang ”penghuni dunia maya”, sehingga dalam waktu relatif  singkat, rekaman itu telah dibuka ratusan ribu kali. Konon jumlah itu jauh lebih banyak ketimbang yang membuka rekaman vidio asli Chaiyya-chaiyya yang dinyanyikan oleh Shahrukh Khan sendiri yang juga dapat dibuka di YouTube.

Keisengan Briptu Norman itu ternyata berbuah emas yang tidak hanya menjadikan ia sebagai sosok polisi yang kini dibanggakan para petinggi di tempat dia membaktikan diri sebagai Bhayangkara Negara, tetapi juga tiba-tiba menjadi populer sebagai selebriti yang bertalenta karena mampu menduplikasi bintang Bolywood Shahrukh Khan dalam bernyanyi sambil berjoget.  Kini ia tidak hanya dikenal oleh kawan-kawannya di kesatuan Brimob Polda Gorontalo, tetapi sosok Briptu Norman  telah terkenal sebagai selebriti polisi  oleh jutaan rakyat Indonesia, lantaran kemunculannya sebagai bintang tamu di acara-acara stasiun TV Swasta seperti  dalam acara ”Tarung Dangdut” di MNC TV dan ”Bukan Empat Mata” di Trans TV.  

Ketika didaulat kembali menyanyikan Chaiyya-Chaiyya dalam acara itu,pemirsa telah dapat mendengarkan langsung keaslian warna suaranya yang merdu dipadu dengan goyangan tubuh dalam irama yang bertenaga. Chaiyya-chaiya pun ternyata mampu dinyanyikan dengan baik tanpa lipsync. Bernyanyi dan berjoget dalam balutan seragam Brimob, ia sesungguhnya  telah menhadirkan  a new of branding image  bagi Brimob yang semula hanya dikenal sebagai satuan polisi penghalau huru hara yang berpenampilan seperti manusia robot bertameng dan berpentungan rotan tanpa senyum.

Kini Briptu Norman tidak hanya menjadi seorang polisi populer, tetapi ia telah menjadi inspirasi baru bagi keberlanjutan reformasi perpolisian di negeri ini Masyarakat tentu berharap kemunculan Briptu Norman dalam gayanya yang polos dan lugas bernyanyi dan berjoget sungguhpun dalam uniform kepolisiannya, menjadi entry point bagi polri melakukan perubahan-perubahan pencitraan pelayanan untuk menjadi lebih dicintai oleh rakyat. Ini kesempatan baik untuk meyakinkan  rakyat bahwa ”reformasi kepolisian”, bukan sekadar kamuflase untuk melepaskan citra buruk masa lalu, tetapi tujuannya jelas yaitu menjadikan polri sebagai polisi negara sekaligus sebagai polisi rakyat. Hal itu penting, karena selama ini dalam banyak kasus oknum anggota polri dalam menjalankan tugas dan fungsinya sebagai penjaga Kamtibmas dan penegak hukum, seringkali merugikan kepentingan rakyat, padahal polisi juga berfungsi sebagai pelindung, pengayom dan pelayan masyarakat.

Di semua negara, polisi dibentuk dengan tujuan untuk menjalankan ketiga fungsi tersebut secara baik dan benar dengan prinsip ”polisi negara adalah  polisi rakyat”.

Untuk itu polisi jangan membangun pencitraan  menakut-nakuti rakyat, tetapi ayomi dan layanilah rakyat agar tercipta kantibmas dan tegaknya hukum secara baik, bukan sebaliknya demi kantibmas dan atas nama penegakan hukum rakyat dapat dikorbankan.  Polisi sebagai bagian dari pemerintahan yang mengemban fungsi  mewujudkan keamanan dalam negari, tertib dan tegaknya hukum, terselenggaranya perlindungan, pengayoman dan pelayanan masyarakat, serta terbinanya ketenteraman rakyat dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia seyogyanya diusung dalam citra the police is from the people, by the people, for the people sebagai landasan filosofis dalam mewujudkan konsep good police governance  (kepolisian yang baik) yang berorientasi bagi pelindungan, pengayoman dan pelayanan masyarakat.

Pengkhianatan Tugas

Dalam era demokrasi, perubahan paradigma pengelolaan negara termasuk tentu perubahan dalam ”perpolisian” adalah suatu keniscayaan. Kita bersyukur bahwa Polri memang telah menjalani proses reformasi kelembagaan dalam merespons tuntutan publik untuk mandiri dan terlepas dari military institusion sebagaimana ia diperlakukan di era pemerintahan Orde Baru, namun itu belumlah cukup. Rakyat masih menantikan adanya perubahan pradigma dan budaya kerja kepolisian yang mengedepankan kepentingan rakyat. Polisi dituntut bekerja secara ikhlas dan responsif melayani rakyat secara cepat, relevan, signifikan dan kontekstual sesuai dengan kebutuhan rakyat.

Dalam mengemban tugas, polisi dituntut tidak hanya kemahiran teknik menggunakan peralatan kerjanya, tetapi juga secara mental dituntut kesabaran, kecerdasan, kejujuran, ketegasan dan keteladanan sabagai landasan profesionalisme yang harus dimiliki oleh setiap anggota polri. Ketika rakyat negeri ini dalam proses pembelajaran berdemokrasi, polisi seyogyanya telah tampil sebagai sosok yang menjadi guru yang arief dan bijaksana.

Secara etik sangat tidak terpuji bila rakyat melempari batu atau mencederai polisi, tetapi ketika polisi balik melempari dan memukuli rakyat, maka hal itu telah menjadi bentuk penganiayaan negara terhadap rakyatnya. Polisi dipersenjatai untuk melumpuhkan penjahat, tetapi bila tembakan polisi memecahkan batok kepala rakyat yang tidak bersalah, itu bukan lagi kesalahan prosedure tetapi telah menjadi pembantaian terhadap hak-hak azasi masyarakat. Polisi memang dibentuk untuk menegakkan hukum dan memberantas korupsi, tetapi ketika oknum polisi  menjadi calo hukum, melakukan pungli dan memeras orang-orang yang mencari keadilan, maka hal itu telah menjadi pengkhianatan tugas yang semestinya memalukan.

Kita tentu percaya bahwa praktik-praktik kotor seperti itu, kini sedang dalam proses pembersihan oleh pimpinan Polri pada semua lini dan tingkatan dengan semangat reformasi yang tidak kunjung redup. 

Namun masyarakat jangan pula hanya sebatas mengharap dan menunggu, tetapi harus pro aktif mendukung dan membantu mewujudkannya agar  tidak terkesan bertepuk sebelah tangan. Dalam konteks itulah maka aksi joget Briptu Norman, sesungguhnya telah menyodorkan bentuk pendekatan layanan yang senafas dengan harapan masyarakat, oleh karena rakyat tidak hanya merindukan kehangatan rangkulan polisi negara, tetapi juga mendambakan kenikmatan suasana canda dan sentuhan hati polisi rakyat sungguhpun itu hanya lewat nyanyi dan joget India dari Briptu Norman Kamaru sebagai polisi rakyat dari Gorontalo itu.
Oleh: H.B. Amiruddin Maula (Pemerhati  Hukum dan Pemerintahan)
Fajar Online

Tidak ada komentar:

Posting Komentar